Pesawat Tempur F-16 TNI AU (defence-studies.blogspot.com)
Jakarta,
22 November 2013. Terkait dengan ketidak acuhan fihak Australia dalam
menanggapi protes Indonesia tentang ulah penyadapan badan intelijennya,
TNI melakukan respon cepat perintah dari pimpinan nasional. Presiden RI
di depan wartawan pada konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu
(20/11/2013), mengatakan, "Saya minta dihentikan dulu kerja sama yang
disebut pertukaran informasi dan pertukaran intelijen di antara kedua
negara. Saya juga minta dihentikan dulu latihan latihan bersama antara
tentara Indonesia-Australia, baik Angkatan Darat, Laut dan Udara, maupun
yang sifatnya gabungan,” tegasnya.
Selain itu, Presiden SBY juga menyinggung masalah people smuggling atau
penyelundupan manusia yang telah merepotkan pemerintah RI."Saudara tahu
menghadapi problem people smuggling yang merepotkan Indonesia dan
Australia, kita punya kerja sama militer. Ini saya minta dihentikan dulu
sampai semuanya jelas," tegas Presiden.
Menindaklanjuti
keputusan Presiden SBY tersebut, terhitung mulai Rabu, 20 November
2013, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengambil langkah-langkah
konkrit dan responsif yaitu ;Pertama, menghentikan seluruh kerja sama dalam bidang informasi dan intelijen. Kedua,menghentikan
Latihan Bersama antara TNI AD dengan Royal Australian Army, yaitu
Latihan Bersama Kartika Bura dan Latihan Bersama Down Komodo. Ketiga,
menghentikan Latihan Bersama TNI AL dengan Australian Navy, yaitu
Latihan Bersama New Horizon TTX, Latma Initial Planning Conference
KAKADU dan Observer Ex Black Carilion.
Keempat,
menghentikan Latihan Bersama Elang-Ausindo antara TNI AU dengan Royal
Australian Air Force (RAAF) yang sedang berlangsung di Darwin,
Australia. Pada hari ini Rabu (20/11/2013), TNI menarik pulang 5 (lima)
pesawat tempur F-16 Fighting Falcon berikut seluruh personel
pendukungnya yang terlibat dalam latihan tersebut. Termasuk juga
penghentian kegiatan Air Man to Air Man Talk. Selain itu,
seluruh latihan bilateral yang akan dilaksanakan TNI, baik TNI AD, TNI
AL dan TNI AU dengan Angkatan Bersenjata Australia juga dihentikan
sampai dengan waktu yang tidak ditentukan.
Sementara kerjasama juga dilakukan antara Polri dan Australia Federal Police (AFP). Dimana alat-alatcyber crime Polri
termasuk alat pelacak yang di miliki Densus 88 Polri memang didatangkan
dari Australia setelah peristiwa Bom Bali yang menyebabkan banyak Warga
Negara Australia menjadi korban. Kapolri Jenderal Polisi Sutarman
mengatakan kerjasama tersebut kini masih dilakukan dengan pihak
Australia. "Kerjasama yang dilakukan diantaranya Transnasional Crime, Human Trafiking, pelatihan cyber crime dan sebagainya," kata Sutarman di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2013).
Kapolri
menyatakan akan patuh terhadap keputusan presiden. Dikatakannya, "Saya
belum tahu persis instruksi presiden seperti apa. Kalau memang harus
dievaluasi saya kira ini pembicaraan antar negara. Ini antar negara.
Kita tunggu keputusan bapak presiden. Apapun kita laksanakan," katanya.
Sebenarnya Polri juga sebaiknya mengambil langkah seperti TNI membekukan
kerjasama dengan AFP tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut dari
presiden. Secara umum perintah sudah cukup jelas.
Indonesia
tidak main-main dengan keputusannya, dan yang menjadi pokok persoalan
adalah direndahkannya kehormatan dan martabat bangsa dan negara. PM
Australia dalam posisinya beserta para inner circle-nya dinilai
memandang rendah Indonesia, dengan tidak mau memenuhi permintaan maaf
dan memberi penjelasan. Nampaknya komplikasi hubungan bilateral kedua
negara akan terus memburuk, selama tidak adanya rasa menghargai dari
Australia yang selalu mengatakan Indonesia sebagai mitra strategis. Pada
kenyataannya dalam penjelasan dimuka parlemen Australia hari ini, PM
Tonny Abbot tetap bersikukuh tidak akan meminta maaf karena beranggapan
bahwa tindakan penyadapan badan intelijen Australia dalam rangka
kepentingan pertahanan dan keamanannya.
Dengan
demikian maka Australia yang oleh Indonesia diperlakukan sebagai negara
sahabat, tetap memperlakukan Indonesia sebagai musuh. Itulah kesimpulan
pemerintah Indonesia yang kemudian diterjemahkan dalam keputusan
penghentian beberapa kerjasama bilateral kedua negara. Respon kilat TNI
patut diacungi jempol, itulah gambaran disiplin TNI dalam mematuhi
perintah pimpinan nasional.
Australia
penulis perkirakan akan menjumpai banyak masalah dikemudian hari,
terlebih apabila Edward Snowden kembali membocorkan dokumen penyadapan
terhadap beberapa negara Asean lainnya kepada media. Yang dipastikan
akan marah besar adalah Malaysia, kemungkinan keputusannya akan jauh
lebih keras. Sebagai sesama negara yang tergabung dalam pakta FPDA
dengan Australia, Malaysia pasti akan merasa dikhianati. Kita nantikan
pukulan lanjutan atas kegagalan diplomasi Australia dibawah kepemimpinan
PM Tonny Abbott, yang jelas merugikan dirinya sendiri dan Australia.
Bravo TNI.
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar